Oleh: Natasya Amalia
Mahasiswa MPI FITK UIN Walisongo
Baru-baru ini, istilah "insecure" telah menjadi pembahasan yang hangat dikalangan generasi milenial, baik melalui curhat di media sosial maupun dalam percakapan sehari-hari atau saat berkumpul dengan teman-teman. Insecure secara bahasa diartikan sebagai perasaan tidak aman dari diri seseorang karena ada sesuatu hal yang tidak sesuai dengan keinginannya.
Meskipun hampir semua orang mengalami perasaan tidak aman, namun intensitasnya berbeda-beda.
Secara umum, individu yang merasa tidak aman seringkali tidak menyadari
keadaannya karena rasa takut dan kecemasan adalah pengalaman umum sehari-hari.
Perasaan tidak aman muncul ketika realitas tidak sesuai dengan harapan, dan
akibatnya, individu yang merasa tidak aman cenderung merasa kecewa dan
menyalahkan diri sendiri.
Secara
keseluruhan, perasaan tidak aman mencerminkan ketidakpercayaan pada diri
sendiri, atau bisa diartikan sebagai rasa ketidakpastian atau kecemasan
mengenai nilai diri, kemampuan, keterampilan, dan nilai-nilai sebagai manusia.
Contohnya, ketidakamanan terhadap penampilan fisik sering kali memengaruhi
kepercayaan diri, seperti merasa tidak cantik, tidak tampan, atau merasa bahwa
bentuk tubuh tidak ideal. Selain itu, perasaan tidak aman juga dapat timbul
dari pembandingan diri dengan orang lain, seperti perasaan cemburu atau selalu
meminta pendapat orang lain.
Allah dalam QS.
At-Tin ayat 4 menyatakan, "Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya." Ayat ini menegaskan bahwa seseorang
seharusnya tidak merasa tidak aman atau rendah diri di hadapan orang lain,
karena Allah menciptakan manusia dengan bentuk yang paling baik dan sempurna.
Meskipun perasaan tidak aman dapat dirasakan oleh banyak orang, terutama
perempuan yang mungkin merasa tertekan untuk memenuhi standar kecantikan yang
sering ditampilkan di media atau masyarakat sekitarnya, kita dilarang untuk
merubah fisik kita secara drastis, sebagaimana ditegaskan dalam QS.
An-Nisa/4:119.
Selalu mengejar
ekspektasi diri untuk terlihat sempurna dapat menjadi beban berat, menyebabkan
overthinking, kelelahan emosional, dan mental. Hidup yang diatur oleh harapan
orang lain dapat membuat kita kehilangan identitas dan meniru gaya hidup orang
lain yang dianggap sudah sempurna, sehingga kita terjebak dalam peran yang
bukan pilihan kita sendiri.
Agar tidak
selalu merasa tidak aman, penting untuk menerima diri sendiri dengan mengenal
kelebihan dan kekurangan serta fokus pada kelebihan yang dimiliki. Setiap
manusia memiliki kelebihan dan kekurangan, dan yang kurang baik bisa diperbaiki
sejauh mungkin. Fokus pada kelebihan dan bersyukur atas apa yang dimiliki
adalah kunci untuk merasa puas. Alihkan perhatian dari ketidaksempurnaan yang
sering ditampilkan di media sosial, hentikan pembandingan diri dengan orang
lain, dan fokus pada hal-hal yang disukai.
Mengubah
perasaan tidak aman menjadi rasa syukur dapat membawa perubahan positif dalam
hidup seseorang. Dengan selalu merasa cukup dengan apa yang dimiliki, seseorang
dapat mengembangkan rasa syukur sebagai ungkapan terima kasih kepada Allah atas
segala kenikmatan yang diberikan. Bersyukur bukan hanya dalam kata-kata, tetapi
juga dalam tindakan dan peningkatan ketaatan beribadah. Orang yang selalu
bersyukur akan terhindar dari sifat iri dan dengki, sebagaimana dinyatakan
dalam QS. Al-Ibrahim ayat 7.
Jika perasaan
tidak aman terkait dengan hal duniawi, itu bisa menjadi tanda bahwa kita tidak
bersyukur atas pemberian Allah. Sebaliknya, kita seharusnya iri terhadap orang
yang aktif beribadah dan menjalankan perintah Allah. Menghabiskan waktu untuk
menyalahkan diri sendiri hanya akan meningkatkan tingkat ketidakamanan. Lebih
baik fokus pada perbaikan diri dan mengembangkan bakat yang dimiliki, serta
selalu bersyukur atas pemberian dari Allah.