Komunitas Pecinta Karya K.H. Hasyim Asyari
(KOPI KHAS)
Ikhtisar 1
Pentingnya Bermadzhab dalam Beragama
NGALIYAN. NUNgaliyan.com -Kajian KOPI KHAS pada Jumat
malam tanggal 10/02/2023 membahas kitab Risalah Fi Ta’kidi Al-Akhdzi
Bimadzhabi Al-Aimah Al-Arbaa’h. Kitab ini merupakan sub bab dari kitab Attibyan
yang masih terkait dengan kitab Muqodimah Al-Qonun Al-Asasi Lijamiyati
Nahdlotil Ulama.
Pada bagian awal, K.H. Hasyim
Asyari dalam kitabnya menjelaskan alasan tentang pentingnya bermadzhab dalam beragama. Menurut
beliau berpegang teguh kepada empat imam madzhab mendatangkan banyak maslahat. Lebih
lanjut beliau menegaskan bahwa bermadzhab dalam beragama itu bagian yang tidak
bisa ditinggalkan, lebih-lebih bagi umat yang jauh dari generasi Nabi dan
sahabat. Hal ini dikarenakan pada masa generasi Islam mutaakhirin banyak
bermunculan ulama Su’ yakni ulama yang suka mengikuti hawa nafsunya, suka
memecah belah umat, menebar fitnah dan kebencian. Kondisi ini apabila tidak
berpegang teguh pada imam madzhab maka umat Islam generasi akhir akan mudah
terpecah belah.
Bermadzhab merupakan metode atau
cara yang paling aman untuk memastikan pemahaman keagamaanya tidak keluar dari
pemahaman jumhur ulama (Sawaadul Al-A’dhom). Kalau berpegang kepada imam
madzhab, walaupun ada perbedaan dipastikan hanya terkait persoalan furu’
(cabang) bukan perkara pokok (ushul). Perbedaan dalam persoalan furu menurut
para ulama merupakan sunnatulloh yang tidak bisa terhindarkan. Perbedaan
persoalan furu menurut ulama fiqh tidak merusak agama karena tidak merusak
syariat pokok.
Pada sesi diskusi kajian semakin berkembang, K. Amir Slamet
selaku wakil katib Mwcnu ngaliyan menyampaikan pandangannya secara detail. Ia menegaskan
bahwa bermadzab dalam ilmu fiqh pada hakekatnya adalah ikut manhaj (metodologi)
para ulama. Menurutnya bermadzhab dalam ilmu fiqh sesungguhnya sama dengan tradisi para ilmuwan umum seperti ilmu Fisika, Kimia, Biologi, Kedokteran, Arsitektur dan lain-lain dalam mengembangkan keilmuannya. Ilmuwan sekarang mengikuti metodologi para ilmuwan masa lampau yang meletakkan dasar keilmuawan pertama kali. Terbentuknya ilmu pengetahuan
baik ilmu agama atau umum pada hakekatnya merupakan kelanjutan dari bangunan ilmu
yang dibentuk oleh tokoh-tokoh sebelumnya. Dengan kata lain ilmu pengetahuan
itu memiliki jaringan antar generasi yang saling terkait satu dengan lainnya.
Lebih lanjut Amir, menegaskan bahwa
maksud dari bermadzhab dalam tradisi ahli sunah waljamaah adalah bermadzhab
pada empat imam madzhab yakni Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafii dan Imam
Hambali). Hal ini ditegaskan karena selain empat madzhab ini ada madzhab lain
yakni Zaydiyah, Imamiyah dan Daud Ad Dhohiri yang dinilai tidak dapat dijadikan
pedoman. Ia juga menjelaskan bahwa terdapat tingkatan-tingkatan dalam
bermadzhab. Menurutnya, tingkatan-tingkatan ini meliputi mujtahid mutlak (boleh
mengambil hukum langsung dari al-Qur’an dan Hadits), mujtahid madzhab
(mengambil dari madzhab empat) dan mujtahid fatwa (menyampaikan hukum dari imam
madzhab).
Bermadzhab merupakan bentuk kehati-hatian para ulama dalam beragama. Tujuannya agar pemahaman keagamaannya semaksimal mungkin sejalan dengan pemahaman para ulama salaf, tabiin dan tabiit tabiin, para sahabat dan sampai kepada Nabi Saw. Salah satu contoh kehati-hatian ulama dalam beragama, terlihat pada pendapat Imam Suyuti dalam kitab bughyatul mustarsyidin, beliau tidak berani langsung mengambil hukum dari al-Qur'an dan Hadits dengan meninggalkan pendapat empat imam madzhab walaupun otoritas keilmuannya tidak diragukan. Ini menunjukkan bahwa ketika saat ini berkembang ungkapan kembali ke al-Qur'an dan Hadits, merupakan sebuah ungkapan yang kurang realistis.
Dengan demikian bermadzhab sesungguhnya bukan sikap anti perubahan, anti kemajuan atau condong kepada kejumudan. Akan tetapi bermadzhab merupakan bagian dari bentuk kehati-hatian dalam beragama yang sangat logis dan realistis bagi generasi muslim mutakhirin.